Pages

Rabu, 07 September 2011

Legenda nama Sawunggaling

Seorang Bupati Surabaya bernama Tumenggung Jayengrana, ia suka sekali berburu ke hutan. Di barat kota raja Surabaya terdapat hutan yang sangat lebat. Tumenggung Jayengrana biasanya berburu ke sana.
Suatu ketika ia menjumpai seorang gadis cantik sedang mencari kayu bakar. Petinggi Surabaya itu menghampirinya.
“Siapakah namamu, Ni ?” sapa Tumenggung Jayengrana dengan sangat hati-hati.
Gadis itu malu-malu “Namaku Dewi Sangkrah.”
“Sedang apakah engkau di hutan ini ?” Tanya Tumenggung Jayengrana basa-basi. Padahal ia tahu Dewi Sangkrah sedang mencari kayu bakar.
“Mencari kayu bakar.” Jawabnya pendek.
“Rumahmu dimana?”
“Di desa Sambikerep.”
“Kenalkan, namaku Jayengrana. Tumenggung Surabaya.” Ujarnya
Seketika itu Dewi Sangkrah menjatuhkan diri di tanah dan bersembah sungkem. Mukanya tiba-tiba pucat karena takut.
“Berdirilah, tak perlu engkau bersembah sungkem seperti ini.” Jayengrana memegang bahu gadis itu. Dewi Sangkrah berdiri dan tersipu malu.
Pertemuan itu membuat Jayengrana jatuh hati. Ia kemudian mengantarkan pulang Dewi Sangkrah ke desa Sambikerep. Kepada orang tua gadis itu, tumenggung menyatakan maksudnya hendak mengambil Dewi Sangkrah sebagai selir.
Sebagai orang desa yang miskin, tentu saja orangtua Dewi Sangkrah sangat bahagia. Pinangan Tumenggung Jayengrana diterima. Dewi Sangkrah pun diperistri pejabat tinggi Surabaya. Semenjak saat itu, sepekan sekali Jayengrana datang ke desa Sambikerep menjenguk permaisyurinya. Tak lama kemudian Dewi Sangkrah hamil. 
Namun semenjak usia kandungan Dewi Sangkrah sudah tua, Tumenggung Jayengrana tak pernah datang lagi. Mungkin karena kesibukannya sebagai pejabat. Dewi Sangkrah sendiri tak punya keberanian untuk datang ke Kadipaten Surabaya.
“Suamimu seorang petinggi Surabaya. Mungkin dia sibuk dengan urusannya. Suatu saat nanti ia akan datang kemari.” Ujar ayah Dewi Sangkrah.
Hingga Dewi Sangkrah melahirkan, suaminya tak pernah datang lagi ke Sambikerep. Akhirnya, sang jabang bayi laki-laki itu pun diberi nama Jaka Berek.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, Jaka Berek telah menjadi remaja yang tampan. Dewi Sangkrah telah lelah menunggu kedatangan Tumenggung Jayengrana. Wanita itu berusaha melupakannya.
Jaka Berek diasuh oleh kakeknya. Ia sangat suka memelihara ayam. Suatu ketika ia mendapatkan sebutir telur dari hutan. Telur itu bentuknya agak aneh. Sang kakek mengamatinya dengan seksama.
“Coba kamu masukkan ke sarang betina yang sedang mengeram. Semoga ia menetas menjadi anak ayam!” kata sang kakek. Jaka Berek pun menaruh telur di sarang betina yang sedang mengeram
Dalam waktu yang tidak lama telur-telur itu menetas. Termasuk telur yang didapatkan Jaka Berek dari hutan. Semakin hari anak-anak ayam itu tumbuh menjadi besar sehingga Jaka Berek dapat membedakan antara jantan dan betina.
Ternyata telur yang didapatkan dari hutan itu menetas sebagai ayam jantan. Jaka Berek memberi perhatian khusus terhadap anak ayam jantan tersebut.
Setelah tumbuh menjadi ayam jantan dewasa, kemana-mana Jaka Berek membawa ayam itu untuk diadu. Setiap diadu, ayam Jaka Berek selalu unggul dan mengalahkan musuh-musuhnya.
Si jantan itu berbulu hitam kecoklat-coklatan. Lehernya panjang dan kepalanya besar. Kakinya kokoh dan cakarnya tajam. Bagian dadanya kuat. Mungkin karena postur tubuh yang demikian ayam itu tahan terhadap pukulan lawan. Oleh si kakek, ayam itu diberi nama Sawo Galing. Sawo artinya warna yang menyerupai buah sawo (coklat), galling artinya tua. Jadi warna coklat tua. Namun Jaka Berek memanggil ayamnya manjadi Sawunggaling.
Suatu ketika Jaka Berek pulang dengan wajah murung. Tampaknya ia sedang bersedih. Melihat Jaka Berek seperti itu dewi sangkrah penasaran.
“Mengapa engkau tidak seperti biasanya, Jaka Berek ? engkau tampak murung. Apa ada masalah ? apa kau habis bertengkar dengan temanmu ?”
“Ya aku habis bertengar,” jawabnya ketus.
“Hei, jangan suka bertengkar. Tak baik!” sergah sang kakek
“Mereka yang bikin gara-gara.  Aku diolok-olok sebagai anak haram, tak punya bapak,” ujarnya. “Apakah benar aku ini anak haram, wahai ibu ?”
“Tidak kau bukan anak haram,” jawab Dewi Sangkrah gugup.
“Tapi semenjak aku lahir aku tak pernah melihat bapakku. Mungkin teman-temanku benar mengatakan begitu kepadaku,” ujar Jaka Berek.
Dewi Sangkrah dihadapkan pada persoalan yang serba sulit. Ia kemudian berembug dengan ayahnya, apakah Jaka Berek diberi tahu tentang hal yang sebenarnya.
“Sudah saatnya anakmu mengetahui siapa sebenarnya ayahnya. Engkau tak perlu menutup-nutupi suatu saat ia pun akan tahu juga.” Ujau sang kakek.
Dewi Sangkrah kemudian menjelaskan sesuatu yang selama ini dirahasiakan. Kini Jaka Berek menjadi tahu siapa sebenarnya ayahnya.
Seketika itu juga Jaka Berek ingin pergi ke istana Kabupaten Surabaya untuk menemui ayahnya. Ibu dan kakeknya mencegahnya. Namun keinginan Jaka Berek tak bias dibendung. Akhirnya kedua orang tua itu pun mengijinkannya.
“Apakah Sawunggaling kau bawa juga ?” Tanya sang kakek.
“Ya, aku tak bisa bersisah sedetik pun dengan Sawunggaling.” Ujarnya.
Mejelang keberangkatannya, sang kakek berpesan kepada Jaka Berek. Jika sampai di istana Kabupaten Surabaya hendaknya ia bersikap sopan. Jangan berbuat ulah atau melakuka perbuatan yang melanggar hukum. Sebab jika melanggar perbuatan hukum, akan ditangkap dan diserahkan kepada Belanda untuk dibui.
Jaka berek meninggalkan desanya Sambikerep. Ia menuju ke arah timur. Akhirnya sapai pula ke kota raja. Sebagai anak desa, sejak kecil ia tak pernah melihat kota raja. Ia takjub melihat bangunan yang indah.
Jaka Berek menuju ke istana Kabupaten. Ia semakin heran karena melihat bangunan pintu gerbang yang sangat bagus. Disekitarnya berdiri beberapa oaring yang membawa tombak dan perisai.
Dia berdiri di depan pintu gerbang sambil tercengang. Di saat iu, ia dihampiri oleh seorang prajurit jaga. Prajurit juga merasa curiga melihat kedatangan pemuda itu.
“Hei, anak muda. Hendak kemana kau?”
Jaka Berek gugup. “Aku hendak ke istana Kabupaten Surabaya.”
“Ini istanan  Kabupaten. Apa keperluanmu ?” Kata prajurit.
“Namaku Jaka Berek, dan aku berasal dari desa Sambikerep. Ibuku bernama Dewi Sangkrah dan ayahku bernama Gusti Adipati Jayengrana. Aku mencari ayahku. Jika engkau bertemu, beritahukanlah kepadanya bahwa anaknya sedang mencari!” ujar Jaka Berek dengan logat kampungan.
Prajurit itu tersentak kaget. Berani-beraninya pemuda dekil dari desa terpencil mengaku sebagai putra Gusti Adipati Jayengrana.
“Kalau bicara jangan sembarangan. Gustiku Adipati Jayengrana hanya mempunyai dua putra, Sawung Rana dan Sawung Sari. Kau bias ditangkap dan dibui!” ancam prajurit itu. Jaka Berek tetap ngotot dirinya adalah putra Tumenggung Jayengrana. Keduanya berdebat. Di saat adu mulut datanglah Sawung Rana dan Sawung Sari. Sawung Rana membawa ayam jago aduan. Dan sampai saat ini ayamnya tak pernah kalah dalam pertarungan.
Sawung Rana dan Sawung Sari merasa tertarik melihat Jaka Berek membawa pula ayam jago aduan.
“Hei, pemuda desa,” sapa Sawung Rana. “Kau membawa ayam, apakah boleh diadu dengan milikku ini ?”
“Boleh,” jawab Jaka Berek “Jika ayamku menang, kau memberi berapa uang taruhan kepadaku ?” Tanya Jaka Berek sejurus kemudian.
“Jika ayammu menang,  kami akan memberimu uang taruhan sebesar lima puluuh keeping. Tetapi jika kalah kau  harus memberi kami seratus keeping!” ujar Sawung Sari.
“Aku tak punya uang sebanyak itu.”
“Kalau demikian sebagai gantinya, kami akan memenggal lehermu,” Ujar Sawung Sari. “Bagaimana?”
“Boleh,” ujar Jaka Berek..
Kedua ayam jantan itu pun diadu. Hanya sekali gebrakan, Sawunggaling berhasil mengalahkan ayam Sawung Rana. Namun Sawung Sari bertindak curang. Ia menangkap Sawunggaling sedangkan ayam milik mereka dibiarkan bebas mengahajar. Tentu saja Jaka Berek tak membiarkan kecurangan itu. Ia memprotes mereka. Namun kedua putra Adipati Jayengrana itu            membawa pergi Sawunggaling.
“Hei, kalian bawa kemana ayamku?” teriak Jaka Berek. Namun mereka tak menggubris. Sawung Rana dan Sawung Sari lari ke istana kadipaten.
Jaka Berek menghajarnya hingga bertemu dengan Tumenggung Jayengrana. Jaka Berek menceritakan kejadian yang dialaminya.
“Apakah engkau tahu, dua anak yang membawa ayamku?” Tanya Jaka Berek dengan logat kurang santun. Memang, ia dibesarkan didesa tanpa mendapatkan pendidikan budi pekerti.
“Lupakan saja ayammu yang dibawa oleh anakku!” kata Jayengrana.
“Jadi, mereka itu anakmu ?” Tanya Jaka Berek heran.
Adipati Jayengrana balik bertanya “Sekarang, katakan! Apa tujuanmu datang ke istana Kabupaten Surabaya. Apakah hanya hendak mengadu ayam ?”
“Tidak, aku mencari ayahku.”
“Siapa nama ayahmu ?”
“Tumenggung Jayengrana. Dia Adipati Surabaya,” jawab Jaka Berek.
“Namamu?”
“Jaka Berek.”
“Hei, Jaka Berek. Kau jangan sembarangan berkata!”
“Benar, menurut ibuku, ayahku seorang Tumenggung Surabaya.”
“Darimana asalmu?”
“Dari desa Sambikerep.”
“Sambikerep?” gumam Adipati Jayengrana. Sepertinya ia kenal tempat itu. “Emm… nama ibumu siapa ?”
“Ibuku bernama Dewi Sangkrah,” jawab Jaka Berek.

Adipati Jayengrana termangu-mangu. Sekarang barulah dia teringat bahwa dirinya pernah menikahi seorang gadis desa Sambikerep bernama Dewi Sangkrah. Sekarang selirnya sudah mempunyai anak sebesar itu.
Namun Adipati Jayengrana tidak segera mengakui bahwa dirinya adalah orang yang dicari oleh Jaka Berek.
“Apakah engkau tahu dimana Adipati Jayengrana ?” Tanya Jaka Berek.
“Nanti kau pasti tahu,” jawab Jayengrana sembari menghela nafas berat. “jika kau ingin bertemu dengan ayahmu, maka engkau harus mengikuti sayembara.”
“Sayembara?”
“Ya, besok pagi di kota raja ini akan ada sayembara. Barang siapa dapat memanah bendera di Menara Galak, maka ia akan menjadi Bupati di Surabaya. Gusti Jayengrana akan lengser. Jika kau yang memenangkan, maka kau akan bertemu dengan ayahmu.”
“Baiklah, aku ikut sayembara.” Jawab Jaka Berek.
Keesokan harinya di alun-alun kota telah dipenuhi orang. Para pejabat, baik dari Kadipaten Surabaya sendiri maupun dari pihak Belanda. Sementara itu, bedera yang bernama Tunggul Yudha sudah terpasang di Menara Galak.
Menara Galak adalah kincir yang terus berputar. Disanalah bendera Tunggul Yudha terpasang. Barang siapa yang dapat memanah tepat pada bendera yang berputar itu, maka akan dinobatkan sebagai bupati, manggantikan Adipati Jayengrana.
Sawung Rana dan Sawung Sari sebagai putra Adipati Jayengrana tak mau ketinggalan. Mereka juga ikut sayembara itu.
Agaknya Sawung Rana dan Sawung Sari adalah pemuda yang congkak. Ia sangat yakin jika dirinya dapat memanah bendera di Menara Galak.
Mula-mula Sawung Rana mendapat kesempatan memanah pertama. Namun ia gagal. Begitu juga Sawung Sari, ia juga gagal memanah bendera.
Kini Jaka Berek mendapat panggilan pada urutan ketiga. Dengan cekatan, Jaka Berek berhasil memanah bendera Tunggul Yudha tepat di tengah-tengahnya. Semua penonton bertepuk sorak.
Sesuai kesepakatan antara Belanda dan Kadipaten Surabaya sebelumnya, bahwa barang siapa yang berhasil memanah bendera berarti ia dinobatkan menjabi Bupati. Maka Jaka Berek pu dianggap menjadi Bupati menggantikan Adipati Jayengrana.
“Jaka Berek, ternyata engkau lebih unggul daripada Sawung Rana dan Sawung Sari. Karena itu, engkau berhak mengggantikan aku sebagai Bupati Surabaya,” kata Tumenggung Jayengrana.
Jaka Berek sadar bahwa lelaki yang didepannya itu adalah Bupati Surabaya yang juga ayahandanya sendiri.
“Jadi…..”
“Ya, aku Jayengrana, ayahmu sendiri,” ujar Jayengrana.
“Lalu siapakah Sawung Rana dan Sawung Sari ?”
“Mereka juga anakku dari istri pertama. Mereka masih ada ikatan darah denganmu.”
Seketika itu Jaka Berek menangis terharu. Kebahagiannya berlipat-lipat. Ia telah berjumpa dengan ayahnya dan dinobatka sebagai Bupati Surabaya.
Sementara itu, diam-diam Sawung Rana dan Sawung Sari yang kalah merasa dendam kepada Jaka Berek. Mereka kemudian bekerja sama dengan Belanda untuk menyusun strategi licik.
Pada saat dilangsungkan upacara jamuan makan. Diam-diam keduanya menaburkan bubuk racun di gelas minuman Jaka berek. Saat Jaka Berek hendak meminum minumannya, tiba-tiba denga cepat Cakraningrat Adipati Madura yang juga ada di situ menubruknya. Gelas lepas dari genggaman Jaka Berek dan airnya tumpah.
Sawung Rana dan Sawung Sari merasa bahwa rencananya digagalkan oleh Adipati Cakraningrat. Mereka kemudian menhasung Jaka Berek.
“Adikku Jaka Berek, sekarang kau telah tahu siapa sebenarnya yang berniat jahat kepadamu. Gusti Cakraningrat mempermalukanmu di depan umum. Ia iri hati dan dendam. Jika dibiarkan, mungkin saja kelak di kemudian hari akan menghabisimu. Kau seorang pejabat, suatu saat bias saja lawan menikammu dari belakang,” ujar Sawung Rana.
Jaka Berek menjadi sangat marah. Ia benar-benar termakan hasutan Sawung Rana. Dengan serta merta, ia melompat dan mengejar Cakraningrat.
“Hei, Cakraningrat tunggu !” teriaknya.
Cakraningrat berhenti. Ia memang memancing agar Jaka Berek keluar dari hajatan. Dengan demikian, dia akan bias menjelaskan tentang segala niat jahat Sawung Rana dan Sawung Sari..
“Anakmas Jaka Berek, tahan amarahmu. Aku rela kau bunuh sekarang juga. Tapi berilah kesempatan orang tua ini bucara,” ujar Cakraningrat.
“Bicaralah !”
“Tahukah engkau, mengapa aku menubrukmu saat kau hendak minum ?”
“Engkau memang orang tua  berhati dengki. Engkau merasa iri dan tidak suka melihat diriku dinobatkan sebagai Bupati Surabaya.”
“Bukan begitu, Anakmas. Sesungguhnya engkau hendak dicelakakan oleh orang lain. Di dalam gelas minumanmu sudah ditaburi racun. Percayalah padaku. Aku tak bermaksud apa-apa. Aku sudah tua, tiada pamrih untuk meraih jabatan. Sesungguhnya. Saudaramu Sawung Rana dan Sawung Sari yang jahat budinya. Mereka hendak membunuhmu. Mereka sudah bekerja sama merencanakan semua itu dengan belanda. Aku menubrukmu agar engkau tak minum minuman itu.” Ungkap Cakraningrat
“Benarkah, Paman ?”
“Untuk apa aku harus berbohong kepadamu. Karena itu hentikanlah niat buruk saudaramu itu. Jika berlarut-larut, mereka akan bekerja sama dengan Belanda. Padahal Belanda berniat menindas rakyat pribumi. Hancurkan angkara murka di bumi Surabaya, Anakmas !”
“Bagaimana mungkin aku melawan Belanda. Aku tak punya bekal apa-apa.”
“Sekarang, berangkatlah ke Ujung Pangkah. Letaknya di utara Kadipaten Sedayu. Jika sampai di sana, carilah seorang bernama Kakek Jayeng Katon. Ia dikenal sakti dan bijak. Bergurulah kepadanya.” Kata Cakraningrat menasehati.
Saat itu juga Jaka Berek pergi ke Ujung Pangkah untuk berguru kepada Kakek Jayeng Katon. Setelah cukup mendapatkan ilmu kesaktian, Jaka Berek kembali ke Surabaya. Ia berganti nama manjadi Sawunggaling; nama ayam jantannya yang tangguh.
Seperti keperkasaan ayam jantannya, ternyata Jaka Berek  sangat sakti. Ia bersama Caraningrat berhasil mengusir belanda dari Surabaya.





                                                                                                                       




  





5 komentar:

  1. Kak mau tanya nama neneknyaSawunggaling siapa ya? terima kasih.

    BalasHapus

  2. Blog Dengan Konten Mengedukasi yang sangat bermanfaat...
    Sama Seperti Blog Pemainayam.vip

    BalasHapus
  3. Kini Agen Judi Online Bolavita Menyediakan Segala Jenis Transaksi Deposit & Withdraw Menggunakan Dompet Digital (E-wallet) yang ada di Indonesia.

    Tersedia Judi Online Deposit Pakai Linkaja, Ovo, Dana, Sakuku. Gopay. Selain Menyediakan Judi Online Deposit Via Pulsa dan Semua Jenis Rekening Bank di Indonesia.

    Bolavita Menyediakan Judi Online Yang Cukup Lengkap. Antara Lain Adalah :
    • Judi Sabung Ayam Live
    • Judi Casino Live
    • Judi Bola / Sportsbook
    • Judi Slot Online
    • Judi Bola Tangkas
    • Judi Poker Online
    • Judi Domino
    • Judi Ceme / Capsa Susun
    • Judi Tembak Ikan Online
    • Judi Togel Online

    Promo Bonus :

    » Bonus Deposit Pertama 10%
    » Bonus Deposit Harian 5%
    » Bonus Cashback Mingguan 5% - 10%
    » Bonus Rollingan Mingguan 0.8%
    » Bonus Referral 7% + 2%

    Daftar & Klaim Bonusnya Sekarang Juga !
    Kontak Resmi (Online 24 Jam Setiap Hari) :

    » Nomor WhatsApp : 0812–2222–995
    » ID Telegram : @bolavitacc
    » ID Wechat : Bolavita
    » ID Line : cs_bolavita

    BalasHapus
  4. Free Slots Online - LuckyClub
    How many free slots is there? How many free slots is there? How much can we play in the Lucky Club casino? Which luckyclub slot machine is the best and most popular?

    BalasHapus